AsaKita.News, Pidie, Aceh – Kabupaten Pidie kini semakin dikenal dengan Tugu Aneuk Mulieng, sebuah monumen ikonik yang menjadi lambang identitas daerah sebagai penghasil emping melinjo berkualitas sejak zaman dahulu.
Aneuk Mulieng, yang dalam bahasa Indonesia berarti “biji melinjo,” memiliki sejarah panjang sebagai komoditas khas Pidie. Proses pengolahan emping melinjo, yang dilakukan secara tradisional oleh gadis-gadis Pidie, menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan ekonomi masyarakat setempat.
Kegiatan ini dimulai sejak pagi hari, usai salat Subuh, hingga menjelang salat Dhuha. Prosesnya mencakup pemetikan buah melinjo matang, pengupasan kulit ari, penggongsengan, pengupasan tempurung, hingga pengotokan biji melinjo menggunakan palu khusus diatas kayu khusus. Hasilnya adalah emping melinjo yang renyah dan bernilai tinggi, baik sebagai camilan maupun oleh-oleh khas daerah.
Karena peran penting melinjo dan emping dalam sejarah serta ekonomi masyarakat Pidie, Tugu Aneuk Mulieng dibangun sebagai simbol penghormatan. Monumen ini tidak hanya mencerminkan identitas budaya, tetapi juga menjadi pengingat akan usaha keras para perempuan Pidie yang menjaga tradisi ini dari generasi ke generasi.
Kini, Tugu Aneuk Mulieng menjadi salah satu daya tarik wisata Pidie. Pengunjung yang datang dapat menyaksikan ikon ini, bukan hanya pengunjung tapi semua pelintas dari Banda Aceh ke wilayah timur atau sebaiknya pasti dapat menikmati keindahan Aneuk Mulieng yang dibangun di perempatan jalan Banda Aceh – Medan dan Blang Paseh – Kota Sigli. Emping Melinjo asli Pidie. Emping Melinjo. yang terkenal dengan rasa dan kualitasnya. Pemerintah Kabupaten Pidie berharap tugu ini dapat terus menjadi simbol kebanggaan masyarakat dan mendorong promosi produk lokal ke tingkat nasional maupun internasional.
Dengan tugu ini, Pidie semakin menegaskan dirinya sebagai daerah penghasil emping melinjo, sekaligus melestarikan warisan budaya yang telah ada sejak dulu.
Penulis: Abdul Hamid (Gureaceh)