Asakita.news – Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa yang dikerjakan oleh Balai Teknik Perkeretaapian Medan, Sumatera Utara. Proyek ini berlangsung dari tahun 2017 hingga 2023 dan diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,15 triliun.
Menurut Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, laporan hasil audit kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) pada 13 Mei 2024 menunjukkan total kerugian negara sebesar Rp1.157.087.853.322. Kerugian tersebut berasal dari hasil pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api.
Proyek ini melibatkan pembangunan jalur kereta api Sigli-Bireuen di Aceh, dan Kuta Blang-Lhokseumawe – Langsa – Besitang pada 2015 yang menghubungkan sejumlah daerah di Aceh ke Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Kerugian negara untuk pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api antara Besitang – Langsa mencapai Rp1.118.586.583.905, sementara Rp30.599.832.322 berasal dari pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api antara Besitang-Langsa.
Tim penyidik telah menyita 36 bidang tanah dan bangunan milik tujuh tersangka di Aceh, Medan, Jakarta, dan Bogor dengan luas total 1,6 hektare. “Aset itu akan digunakan kepentingan pembuktian hasil kejahatan dan pemulihan kerugian negara,” ujar Harli.
Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka atas dugaan korupsi proyek pengadaan pembangunan jalur kereta api Besitang – Langsa. Ketujuh tersangka itu, yakni berinisial FG, NSS, AGP, AAS, HH, RMY, dan AG, diduga memiliki peranan dalam mengkondisikan paket pekerjaan proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa periode 2017 hingga 2019 oleh Balai Teknik Perkeretaapian Medan senilai Rp1,3 triliun.
Ketujuh tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Kejagung terus mengembangkan kasus ini untuk memastikan seluruh pihak yang terlibat bertanggung jawab atas kerugian negara yang timbul.