AsaKita.News, Pada tahun 2015, dunia mencapai tonggak sejarah dengan disepakatinya Perjanjian Paris oleh 195 negara. Komitmen ini bertujuan untuk menekan laju perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca. Salah satu langkah konkret yang diambil adalah penyusunan Rencana Iklim Nasional (Nationally Determined Contributions/NDCs), di mana setiap negara merinci strategi mereka untuk mengatasi perubahan iklim.
Rencana tersebut mencakup berbagai langkah, seperti pengembangan energi terbarukan, efisiensi energi, dan praktik pertanian ramah lingkungan. Namun, perlindungan hutan—yang memainkan peran vital dalam menyerap karbon dan menekan pemanasan global—belum mendapat perhatian yang cukup dalam banyak NDC.
Menurut laporan terbaru UN-REDD, hanya 40% negara yang rentan terhadap deforestasi yang secara tegas memasukkan langkah-langkah perlindungan hutan ke dalam Rencana Iklim Nasional mereka. Fakta ini menunjukkan adanya celah besar dalam upaya global untuk melindungi ekosistem penting ini.
Namun, harapan masih ada. Tahun 2025 menjadi momen penting bagi negara-negara anggota Perjanjian Paris untuk memperbarui NDC mereka. Para pakar dan aktivis lingkungan menyerukan agar pembuat kebijakan memanfaatkan momentum ini dengan memasukkan target yang lebih ambisius dan konkret untuk melindungi dan memulihkan hutan.
“Ini adalah peluang emas untuk meningkatkan komitmen global dalam mengatasi deforestasi,” ujar Atallah, pakar lingkungan. Ia menambahkan bahwa perlindungan hutan tidak hanya penting untuk mitigasi perubahan iklim, tetapi juga untuk menjaga keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Dengan pembaruan NDC yang lebih inklusif terhadap perlindungan hutan, dunia dapat memberikan respons yang lebih efektif terhadap tantangan perubahan iklim dan penggundulan hutan yang terus meningkat.