Oleh: Abdul Hamid
Dalam kehidupan, musuh sejati terkadang bukanlah pihak asing, melainkan mereka yang berada di sekitar kita. Refleksi ini mencerminkan pentingnya memiliki sahabat sejati yang saling mendukung dan melindungi, sebuah naluri alami dalam sanubari manusia.
Kisah-kisah penghianatan kerap terjadi akibat hasrat dan ambisi yang tak tercapai. Angan-angan yang tidak terealisasi sering kali menjadi pemicu perpecahan. Dalam konteks kepemimpinan, hal ini menjadi pelajaran penting bahwa seorang pemimpin harus mampu menjaga harmoni di antara anggotanya.
Seorang nahkoda kapal mungkin saja kurang dalam pengetahuan, namun dengan pengalaman dan dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki kecakapan, kapal dapat berlayar dengan selamat hingga ke tujuan. Kepercayaan terhadap pemimpin menjadi kunci dalam perjalanan tersebut.
Harapannya, para penumpang merasa aman dan nyaman dengan kapasitas nahkoda, meski ia hadir dengan segala keterbatasan. Namun, ada ancaman yang dapat menggoyahkan perjalanan, seperti masinis yang ceroboh mengganti oli saat mesin masih bergerak atau penumpang yang merusak kapal karena rasa frustrasi atau ketidakpuasan.
Semoga tidak ada tangan-tangan jahil yang mencoba merusak kapal yang terbuat dari kayu—bukan baja—hanya karena alasan sepele seperti harga air minum yang dirasa tidak sesuai. Perjalanan bersama membutuhkan rasa saling percaya, kerja sama, dan pengertian.
Narasi ini menjadi pengingat bahwa dalam sebuah komunitas, keberhasilan tidak hanya bergantung pada pemimpin, tetapi juga pada keikhlasan dan kontribusi seluruh anggotanya. Mari menjaga kapal ini tetap kokoh, sehingga semua dapat berlabuh dengan selamat di tujuan yang diinginkan.
Kp.Blang, 14 Desember 2024