“Apa yang telah kita perjuang dengan amanat beliau. Kita sampai di titik ini. Maka mari kita bersatu menguatkan perdamaian. Bersama membantu pemerintah Aceh mewujudkan cita cita damai dengan semua tujuannya”
ASAKITA.NEWS | BANDA ACEH – Sosok deklarator Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Tgk. Muhammad Hasan di Tiro, memiliki kisah yang patut dikenang kembali. Bukan sekadar sejarah perlawanan, tetapi sebuah cermin tentang harga diri, keberanian, dan keteguhan ideologi. Ia adalah pribadi yang mengangkat kepala dengan tegak ketika harga diri diinjak, mengangkat senjata ketika hak dan harta dicurangi, serta menegakkan ideologi ketika jati diri hendak dikekang.
Hari ini, 25 September, genap seratus tahun usia Hasan Tiro sejak Hasan Tiro di lahirkan 25 September 1925 menurut kalender Masehi. Satu abad telah berlalu sejak kelahirannya, namun semangat perjuangan yang ia nyalakan tetap menyala. Meski ajal menjemputnya pada usia 84 tahun, api yang ia kobarkan tidak padam, karena terus dilanjutkan oleh murid-murid dan anak-anak ideologisnya. Salah satunya adalah Zakaria bin Yacob, Juru Bicara Komite Peralihan Aceh (KPA) Pusat, yang pernah menjadi ajudan setia sang deklarator.
Kenangan Seorang Murid Setia
Di mata Bang Jack Libya, demikian Zakaria akrab disapa, Hasan Tiro bukan sekadar seorang pemimpin gerakan, melainkan simbol besar yang melampaui batas ruang dan waktu.
“Jasadmu boleh terkubur, tetapi budi luhurmu sebagai penjaga marwah Aceh tak pernah kabur,” ucap Bang Jack penuh haru. “Beliau adalah api yang menyalakan semangat kami, dan cahaya yang menuntun Aceh berdiri tegak di hadapan bangsa-bangsa.”
Bang Jack mengenang, Hasan Tiro bukan hanya guru politik dan ideologi, tetapi juga guru kehidupan. Dalam setiap langkah, Hasan Tiro menanamkan keyakinan bahwa martabat bangsa adalah harga mati. Itulah sebabnya, meski tubuhnya telah lama tiada, semangatnya tetap hidup dalam jiwa generasi penerus.
Pengakuan Dunia untuk Putra Aceh
Ketokohan Hasan Tiro bukan hanya milik rakyat Aceh. Dunia pun pernah menaruh hormat padanya. Pada tahun 1973, Raja Faisal dari Arab Saudi mempercayakan Hasan Tiro untuk menjadi penasihat dalam Muktamar Agung Umat Islam Dunia. Sebuah amanah besar yang membuktikan bahwa pemikirannya melampaui batas negeri, bahwa ia bukan hanya pejuang lokal, melainkan bagian dari arus besar umat Islam di dunia.
“Pengakuan itu bukti bahwa Aceh punya putra terbaik yang diakui oleh dunia,” ujar Bang Jack. “Dan itu menjadi kebanggaan sekaligus tanggung jawab kita, agar warisan perjuangan ini tidak hilang ditelan waktu.”
Seratus Tahun: Momentum Kebangkitan Generasi
Seratus tahun Hasan Tiro bukanlah sekadar hitungan umur. Ia adalah momentum refleksi. Sebuah titik balik bagi rakyat Aceh, terutama generasi mudanya, untuk menyalakan kembali api perjuangan.
Menurut Bang Jack, perjuangan hari ini tidak lagi identik dengan mengangkat senjata. Tantangan Aceh di era modern adalah menjaga identitas, membangun peradaban, dan memastikan kesejahteraan rakyat tanpa kehilangan marwah.
“Apa yang telah kita perjuang dengan amanat beliau. Kita sampai di titik ini. Maka mari kita bersatu menguatkan perdamaian. Bersama membantu pemerintah Aceh mewujudkan cita cita damai dengan semua tujuannya.
Kita bersatu dan mendorong dengan kemampuan masing masing agar semua cita cita damai terwujud
Pesan Abadi: Api Perjuangan Tak Pernah Padam
Hasan Tiro wafat pada 2010 di Banda Aceh, di tanah kelahirannya.setelah lama berkelana di belahan dunia menuntut pengakuan terhadap bangsanya Namun kepergiannya bukanlah akhir. Justru dari perantauan itu lahir simbol bahwa perjuangan sejati tidak mengenal batas tanah dan darah. Ia menjadikan hidupnya sebagai persembahan bagi bangsanya, meski harus jauh dari kampung halaman.
Kini, satu abad setelah kelahirannya, nama Hasan Tiro tetap bergema. Ia bukan sekadar catatan sejarah, melainkan obor yang terus menyala di hati rakyat Aceh. Bagi generasi hari ini, ia adalah inspirasi untuk menatap masa depan dengan kepala tegak, sekaligus pengingat bahwa harga diri adalah pusaka yang tidak boleh dijual.
“Api perjuangan Hasan Tiro tidak akan padam, selama generasi Aceh menjaga marwah bangsanya. Itu pesan utama beliau, dan itu pula warisan yang harus terus kita jaga,” tutup Bang Jack Libya.