Oleh: Abdul Hamid
Kutipan dari Marva Collins, seorang pendidik legendaris asal Amerika Serikat, menyentuh hati saya secara mendalam: “Tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanya metode pengajaran yang belum tepat.” Ucapan ini bukan sekadar retorika indah, melainkan filosofi pendidikan yang sangat penting untuk direnungkan—terutama oleh kita para pendidik, orang tua, dan siapa pun yang peduli terhadap tumbuh kembang anak dan generasi muda.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali terjebak pada label dan ekspektasi. Anak yang lambat memahami pelajaran dicap malas atau tidak cerdas.
Seseorang yang tidak pandai bicara di depan umum dianggap kurang percaya diri. Padahal, di balik keterbatasan yang tampak, sering kali tersembunyi potensi luar biasa yang belum sempat ditemukan—atau belum diberi ruang untuk berkembang.
Sebagai guru, saya menyaksikan sendiri bagaimana seorang anak yang awalnya dianggap “bermasalah” bisa berubah menjadi bintang kelas—asal pendekatan kita berubah. Tidak semua anak belajar dengan cara yang sama. Ada yang kuat dalam visual, ada yang lebih nyaman dengan praktik, dan ada pula yang belajar secara sosial melalui diskusi. Ketika kita berhenti memaksakan satu cara, dan mulai mendekati anak dengan cara yang sesuai dengan gaya belajarnya, keajaiban bisa terjadi.
Begitu juga dalam kehidupan di luar kelas. Sebagai orang tua, teman, atau rekan kerja, kita sering lupa bahwa setiap orang sedang berjuang dalam dunianya masing-masing. Alih-alih menyoroti kekurangan, mengapa kita tidak mencoba melihat kelebihan mereka? Terkadang, satu kalimat dukungan, satu sikap percaya, cukup untuk mengubah hidup seseorang.
Percaya pada kemampuan seseorang adalah hadiah terbesar yang bisa kita berikan. Kita tidak pernah tahu seberapa besar dampaknya. Ketika seseorang merasa didukung, dihargai, dan dipercaya, ia akan mulai memercayai dirinya sendiri. Dan ketika seseorang percaya pada dirinya sendiri, pintu-pintu keberhasilan akan terbuka satu per satu.
Setiap prestasi besar dalam sejarah manusia dimulai dari keyakinan bahwa hal itu mungkin dicapai. Tak ada yang instan, tapi semuanya bermula dari harapan. Maka, mari kita menjadi pribadi yang melihat potensi di mana orang lain hanya melihat keterbatasan. Mari kita bantu orang-orang di sekitar kita menemukan cahaya dalam dirinya.
Karena pada akhirnya, ketika kita membantu orang lain tumbuh, sesungguhnya kita juga sedang bertumbuh. Memberi ruang untuk orang lain bersinar tak akan pernah mengurangi cahaya kita—justru akan memperkaya hidup kita dengan makna yang lebih dalam.***