“Disiplin membagi waktu adalah kunci. Saya belajar bagaimana tetap mengurus keluarga, menyelesaikan tanggung jawab di sekolah, dan fokus pada studi. Semua itu bisa dijalani jika kita ikhlas dan tekun,”
ASAKITA.NEWS | BANDA ACEH Di Gedung Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, Kamis siang, 4 September 2025, suasana penuh haru menyelimuti ruangan. Di hadapan keluarga, sahabat, dan rekan sejawat sesama guru, Juliana Agani, S.Pd.I., M.Pd., berdiri mantap mempertahankan disertasinya. Dengan suara tenang, ia memaparkan hasil penelitiannya berjudul “Perkembangan Sistem Pendidikan Dayah Darul Ulum YPUI Banda Aceh (Perspektif Analisis Historis).” Tepuk tangan meriah pun pecah saat dewan penguji mengumumkan keberhasilannya meraih gelar Doktor.
Juliana lahir di Kota Bakti, Kabupaten Pidie, pada 14 Februari 1983. Ia adalah putri pasangan Abdul Gani Gade dan Zulhijjah Hasan, yang sejak kecil menanamkan pentingnya ilmu dan ketekunan. Dari bangku MIN Kota Bakti, SMPN 2 Kota Bakti, hingga SMAN 1 Kota Bakti, Juliana tumbuh sebagai siswi yang tekun dan berprestasi.
Selepas SMA, ia menempuh pendidikan D-II dan S-1 di STIT Al-Hilal Sigli, lalu melanjutkan jenjang magister (S2) pada program Manajemen Administrasi Pendidikan di Universitas Syiah Kuala, yang ditamatkan pada 2021. Langkah itu mengantarnya pada satu titik penting: mimpi untuk menempuh pendidikan doktoral dan berkontribusi lebih luas bagi dunia pendidikan Aceh.
Dari Guru Honorer hingga Doktor
Karier Juliana di dunia pendidikan dimulai pada 2004 sebagai guru honorer. Tiga tahun kemudian, ia resmi diangkat menjadi PNS di MIN Kota Bakti. Pengabdiannya berlanjut di MTsN 6 Kota Bakti (2013–2018), hingga akhirnya dipercaya mengajar di MTs Darul Ulum YPUI Banda Aceh sejak 2018.
Di sekolah, Juliana dikenal sebagai guru Pendidikan Agama Islam yang disiplin, hangat, dan berdedikasi. Namun perannya tak berhenti di ruang kelas. Ia memegang berbagai amanah: Staf Kurikulum, Wakil Kepala Bidang Humas, Wakil Kepala Bidang Kurikulum, Pembina Pramuka, hingga Pelatih Paduan Suara setiap HUT RI. Ia juga aktif dalam organisasi profesi, seperti Ketua MGMP MTs Darul Ulum dan anggota PGRI.
Lebih dari itu, Juliana juga seorang qari’ah dan hafizah. “Mengajar bagi saya bukan sekadar pekerjaan. Ini jalan ibadah, pengabdian, sekaligus warisan untuk generasi mendatang,” ujarnya usai sidang terbuka.
Sebagai akademisi, Juliana aktif menulis karya ilmiah. Beberapa karyanya telah terbit di jurnal nasional, di antaranya:
• “Manajemen Penilaian Kinerja Guru MTs Darul Ulum YPUI Banda Aceh” (Jurnal Al-Islah)
• “Learning Theories and Individual Differences dalam Pembelajaran Pendidikan Agama” (Jurnal Mudarrisuna).
Tulisan-tulisannya menjadi bukti bahwa dedikasi Juliana bukan hanya dalam praktik mengajar, tetapi juga dalam sumbangsih pemikiran untuk pengembangan ilmu pendidikan Islam.
Di tengah kesibukannya, Juliana tetap berperan penuh sebagai istri dan ibu. Ia mendampingi suaminya, Surjadi MJ, serta membesarkan putra mereka, Muhammad Fayatul Aqill. Baginya, keseimbangan antara keluarga, profesi, dan studi adalah tantangan sekaligus anugerah.
“Disiplin membagi waktu adalah kunci. Saya belajar bagaimana tetap mengurus keluarga, menyelesaikan tanggung jawab di sekolah, dan fokus pada studi. Semua itu bisa dijalani jika kita ikhlas dan tekun,” ungkapnya.
Dalam perjalanannya, Juliana juga mendapat dukungan dari sahabat karibnya, Dr. Suryati, S.Pd., M.Pd., asal Singkil. Suryati yang meraih gelar doktor di usia 24 tahun menjadi inspirasi tersendiri.
“Semangat Suryati membesarkan bukan hanya nama keluarga, tetapi juga nama Singkil, sangat luar biasa. Kami saling menguatkan sejak awal daftar hingga akhirnya sama-sama menuntaskan studi. Alhamdulillah, Allah mudahkan semua langkah kami,” kata Juliana haru.
Keberhasilan Juliana meraih gelar doktor tidak hanya menjadi pencapaian pribadi, melainkan juga inspirasi bagi para pendidik lainnya. Ia percaya bahwa manajemen pendidikan yang visioner dan responsif terhadap tantangan global sangat dibutuhkan demi melahirkan generasi emas Indonesia.
“Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Kita ingin generasi Aceh tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter, berdaya saing, dan siap menghadapi dunia yang terus berubah,” tegasnya.
Dari ruang kelas sederhana di Kota Bakti hingga podium akademik di Banda Aceh, perjalanan Juliana Agani adalah kisah tentang tekad, pengabdian, dan doa yang tak pernah putus. Seorang guru yang membuktikan bahwa dedikasi sejati pada ilmu akan selalu menemukan jalannya menuju cahaya.[]