ASAKITA.NEWS – CEO Nvidia, Jensen Huang, menyampaikan pandangan mengejutkan tentang arah masa depan pendidikan teknologi dalam sebuah forum global yang dihadiri para pakar kecerdasan buatan. Tokoh sentral di balik kemajuan teknologi chip AI ini menegaskan bahwa keahlian pemrograman yang selama ini menjadi pusat perhatian dalam bidang ilmu komputer, kini mulai kehilangan relevansinya.
“Jika saya berusia 20 tahun hari ini, saya akan mempelajari fisika, bukan ilmu komputer,” tegas Huang.
Menurut Huang, perkembangan pesat AI generatif telah secara signifikan mengubah lanskap teknologi digital. Kecerdasan buatan kini mampu menyusun kode-kode pemrograman hanya dengan instruksi berbasis bahasa alami. Artinya, siapa pun kini dapat membuat aplikasi atau sistem tanpa harus benar-benar memahami sintaksis pemrograman tradisional.
AI Fisik: Masa Depan Teknologi yang Berakar pada Dunia Nyata
Lebih jauh, Huang memperkenalkan konsep “AI Fisik” (Physical AI), yakni kecerdasan buatan yang tidak hanya bekerja dalam ruang digital, tetapi juga mampu berinteraksi langsung dengan dunia nyata, seperti pada robot cerdas, kendaraan otonom, mesin industri otomatis, hingga perangkat rumah tangga berbasis AI.
“Dunia digital sudah ditaklukkan oleh AI. Sekarang saatnya membuat AI yang memahami dan mampu hidup di dunia fisik,” ujarnya.
Di sinilah peran ilmu fisika menjadi sangat penting. Huang menekankan bahwa untuk membuat AI yang dapat bergerak, merespons lingkungan, atau membuat keputusan di dunia nyata, dibutuhkan pemahaman mendalam tentang gravitasi, percepatan, gaya, momentum, energi, hingga kausalitas. Tanpa pemahaman ini, AI hanya akan menjadi kumpulan perangkat lunak yang pintar dalam simulasi, namun gagal dalam realitas.
Coding Tak Lagi Jadi Keterampilan Utama
Pernyataan Huang ini dianggap revolusioner, terutama karena selama beberapa dekade terakhir, coding atau kemampuan menulis program komputer selalu dijadikan sebagai pilar utama dalam pendidikan teknologi. Kini, dengan adanya alat-alat seperti ChatGPT, Copilot, dan berbagai platform AI lainnya, aktivitas menulis kode bisa dilakukan secara otomatis dan efisien.
Namun, Huang tidak bermaksud meremehkan pentingnya ilmu komputer. Ia justru menekankan perlunya pergeseran fokus pendidikan, dari sekadar menjadi pengguna teknologi digital, menuju pencipta solusi yang mampu bekerja di dunia nyata.
“Generasi muda perlu memahami bahwa AI bukan sekadar alat digital. AI akan menjadi entitas fisik. Maka, pahami dunia fisik.”
Implikasi bagi Dunia Pendidikan dan Karier Teknologi
Pandangan Huang menjadi pengingat penting bagi institusi pendidikan, terutama perguruan tinggi dan sekolah menengah, untuk meninjau kembali kurikulum mereka. Bila saat ini ilmu komputer dan coding masih dijadikan jurusan unggulan, ke depan mungkin perlu dipadukan bahkan dikolaborasikan dengan ilmu fisika, teknik mesin, mekatronika, dan bidang lain yang berkaitan langsung dengan dinamika dunia nyata.
Begitu pula bagi orang tua, guru, dan para pembuat kebijakan pendidikan. Transformasi digital seharusnya tidak hanya mengejar tren perangkat lunak, tetapi juga membangun fondasi sains yang kuat, agar generasi mendatang mampu menciptakan teknologi yang benar-benar berdampak.
Nvidia dan Visi Teknologi Masa Depan
Di bawah kepemimpinan Jensen Huang, Nvidia telah berkembang dari produsen kartu grafis menjadi pemain utama dalam industri AI global. Chip buatan Nvidia kini menjadi tulang punggung pengembangan AI generatif, superkomputer, dan sistem robotik canggih di seluruh dunia.
Dengan kapasitas inovasi yang masif, Huang memperkirakan bahwa dekade mendatang akan menjadi era “AI fisik”, di mana batas antara kecerdasan buatan dan dunia nyata akan semakin tipis. Oleh karena itu, katanya, “Menguasai fisika berarti menguasai masa depan AI.”
Redaksi | asakita.news
Informasi dan inspirasi dari para pemimpin dunia teknologi untuk pendidikan Indonesia.