“Kami berharap Bapak Presiden berkenan mempertimbangkan usulan ini demi keberlanjutan perdamaian, kemakmuran rakyat Aceh, dan kejayaan Indonesia”
AsaKitanews|BANDA ACEH – Dua dekade telah berlalu sejakpenandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang menjadi tonggak sejarah perdamaian di Aceh. Kesepakatan yang lahir pada 15 Agustus 2005 itu telah menghadirkan stabilitas, sekaligus membuka peluang besar bagi pembangunan sosial, ekonomi, dan politik di Tanah Rencong. Meski demikian, momentum 20 tahun ini dinilai menjadi waktu yang tepat untuk melakukan refleksi, memastikan bahwa manfaat perdamaian benar-benar dirasakan masyarakat, serta memperkuat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sejalan dengan semangat yang tertuang dalam MoU Helsinki, sejumlah pihak menilai sudah saatnya Pemerintah Pusat mengambil langkah konkret melalui kebijakan strategis yang dapat memperkokoh keberlanjutan damai dan menguatkan pelaksanaan otonomi khusus Aceh. Langkah ini dinilai penting untuk menjawab tantangan pembangunan ke depan dan mengoptimalkan potensi daerah yang selama ini belum tergarap maksimal.
Atas dasar itu, sebuah gagasan diajukan kepada Presiden Republik Indonesia untuk mengeluarkan Dekrit Presiden yang memuat tiga poin utama. Dekrit ini diharapkan menjadi pijakan strategis guna memperkuat hasil perdamaian, mendorong kemajuan Aceh di berbagai sektor, serta memastikan keterpaduan pembangunan daerah dengan arah pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Usulan Pokok dalam Dekrit Presiden
1. Penguatan Status Pemerintahan Khusus Aceh dalam Sistem Politik Dalam dan Luar Negeri
Menegaskan bahwa Aceh memiliki kewenangan penuh dalam mengatur sistem politik internal dan membangun hubungan luar negeri dalam batas koridor NKRI, sebagaimana diamanatkan oleh status pemerintahan khusus.
Kewenangan ini mencakup perjanjian kerja sama internasional di bidang perdagangan, pendidikan, kebudayaan, investasi, dan pengembangan sumber daya, dengan mekanisme koordinasi bersama Kementerian terkait di tingkat pusat.
Tujuannya adalah memperluas jejaring dan membuka peluang bagi Aceh untuk menjadi
gerbang ekonomi dan diplomasi Indonesia di kawasan Asia Tenggara dan dunia Islam.
2. Pelaksanan moneter dan Keuangan Syariah dengan menghadirkan Bank Devisa syariah Indonesia yang menjadikan Emas sebagai dasar nilai konversi (gold standard, dan Menggantikan Mekanisme Perpajakan Konvensional dengan sistem devisa syari’at ,
yang mengedepankan bagi hasil, zakat, wakaf produktif, dan instrumen keuangan halal lainnya.
Mendorong investasi berbasis syariah dengan insentif khusus bagi pelaku usaha lokal dan internasional yang menanamkan modal di Aceh.
Menjamin keuntungan langsung bagi masyarakat Aceh melalui pembagian hasil yang adil dari setiap aktivitas ekonomi yang menghasilkan devisa, sekaligus memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan nasional Indonesia.
Menjadikan Aceh sebagai Pusat Keuangan Syariah Nasional yang terintegrasi dengan pasar keuangan internasional, khususnya negara-negara anggota OKI.
3. Penegakan Syariat Islam secara Menyeluruh dalam Seluruh Aspek Kehidupan
Menegaskan komitmen pelaksanaan syariat Islam dalam seluruh bidang kehidupan: ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial kemasyarakatan.
Menyusun regulasi turunan yang memastikan penerapan syariat berjalan modern, inklusif, dan berdaya saing, tanpa menghambat inovasi, investasi, dan hubungan kerja sama nasional-internasional.
Menjadikan Aceh sebagai contoh daerah yang mampu memadukan syariat Islam dengan kemajuan ekonomi, teknologi, dan keterbukaan global.
Alasan Pentingnya Dekrit Presiden Ini
1. Konsistensi terhadap Kesepakatan Damai – Dekrit ini menjadi bukti nyata komitmen Pemerintah Pusat terhadap kelanjutan MoU Helsinki dan penguatan perdamaian.
2. Percepatan Kesejahteraan Masyarakat Aceh – Dengan mekanisme ekonomi syariah, sumber daya Aceh dapat dikelola lebih efisien, adil, dan menyejahterakan rakyat.
3. Penguatan Posisi Aceh di Tingkat Global – Aceh berpotensi menjadi pusat perdagangan halal, pariwisata religi, dan keuangan syariah yang berpengaruh di kawasan Asia Tenggara.
4. Integrasi Nilai Lokal dan Nasional – Menyatukan kearifan lokal berbasis syariat dengan kebijakan nasional sehingga memperkuat kesatuan NKRI.
5. Posisi Strategis Global – Memanfaatkan posisi Aceh sebagai gerbang perdagangan dan penguatan hubungan diplomasi Indonesia di kawasan, khusunya blok timur .
Momentum 20 tahun damai Aceh adalah saat yang tepat untuk melangkah ke babak baru. Dengan dukungan penuh Pemerintah Pusat melalui Dekrit Presiden, Aceh dapat menjadi contoh nyata bagaimana perdamaian, otonomi khusus, dan nilai-nilai syariat Islam dapat mendorong kemajuan daerah sekaligus memperkuat persatuan bangsa.
Kami berharap Bapak Presiden berkenan mempertimbangkan usulan ini demi keberlanjutan perdamaian, kemakmuran rakyat Aceh, dan kejayaan Indonesia.
Aceh People Nation organization
Ketua presidium
Tuanku Syarif Machdy syihabuddin