Oleh. HASAN BASRI, S.Pd. M.M
Pernyataan tegas dari Bapak Abdul Hamid, Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdin) Wilayah Bireuen, yang menyerukan agar guru harus diproteksi dan didukung oleh semua pihak, termasuk orang tua/wali, adalah sebuah alarm penting dan seruan yang wajib kita sambut.
Ini bukan sekadar permintaan, melainkan penegasan akan pilar utama dalam membangun karakter dan kecerdasan anak bangsa. Pendidikan yang baik tidak akan pernah terwujud jika tangan para pendidik dibelenggu oleh rasa takut, ketidakpercayaan, atau kurangnya dukungan.
Guru: Ujung Tombak yang Perlu Dilindungi
Para guru adalah garda terdepan dalam dunia pendidikan. Mereka bukan hanya penyampai materi pelajaran, tetapi juga pendidik karakter, motivator, dan konselor bagi anak-anak kita.
Di pundak merekalah beban membentuk generasi penerus diletakkan. Namun, di tengah kompleksitas tantangan zaman, peran mereka sering kali terhimpit.
Mulai dari tuntutan kurikulum, administrasi yang menumpuk, hingga menghadapi dinamika sosial dan perilaku siswa yang kian beragam.
Jika guru merasa tidak aman atau tidak didukung — baik dalam mengambil tindakan mendisiplinkan yang mendidik, maupun dalam menjalankan metode pengajaran yang inovatif — maka sentuhan pendidikan yang sesungguhnya akan pudar.
Proteksi dari institusi pendidikan, pemerintah daerah, dan terutama orang tua, adalah energi vital yang memungkinkan guru untuk mengajar dengan hati, bukan dengan rasa cemas.
Sentuhan Pendidikan yang Sejati: Bukan Hanya Transfer Ilmu
Lantas, jika sentuhan pendidikan yang dimaksudkan adalah upaya mendidik yang terhalang, sentuhan apa yang seharusnya diberikan guru kepada siswa? Jawabannya terletak pada esensi pengajaran itu sendiri:
Sentuhan Hati dan Empati: Guru harus mampu menyentuh hati siswa. Ini adalah kemampuan untuk memahami latar belakang, tantangan, dan potensi unik setiap anak.
Dengan empati, guru dapat menjadi sosok mentor yang dipercaya, tempat siswa merasa aman untuk berbagi dan berkembang.
Sentuhan Keteladanan: Pendidikan karakter tidak bisa diajarkan; ia harus dicontohkan. Guru adalah model peran (role model) yang pertama dan utama.
Sikap disiplin, integritas, keramahan, dan semangat belajar yang ditunjukkan guru adalah kurikulum tak tertulis yang paling efektif.
Sentuhan Kedisiplinan yang Membangun: Ini adalah bagian yang paling krusial dan sering disalahpahami.
Kedisiplinan yang diberikan guru bukanlah hukuman, melainkan pendidikan tanggung jawab dan batasan.
Sentuhan ini mengajarkan anak-anak tentang konsekuensi, norma sosial, dan etika, yang merupakan bekal penting untuk hidup di masyarakat.
Ini harus menjadi kedisiplinan yang terukur, mendidik, dan didukung penuh oleh orang tua.
Bencana HP dan Peran Kolaboratif Orang Tua
Salah satu bencana terbesar bagi fokus dan perkembangan anak-anak saat ini adalah kecanduan gawai (HP).
Perangkat ini, meskipun menawarkan akses informasi tanpa batas, juga berpotensi merusak konsentrasi, mengurangi interaksi sosial, dan bahkan memicu masalah kesehatan mental.
Di sinilah dukungan orang tua menjadi krusial. Upaya guru di sekolah untuk membatasi atau mengarahkan penggunaan HP akan sia-sia jika di rumah, orang tua tidak menerapkan aturan yang sama.
Sinergi antara sekolah dan rumah adalah kunci pertahanan terbaik dari bencana digital ini.
Kita harus menyadari bahwa:
Sekolah dan rumah adalah Tim. Guru adalah pelatih di lapangan, dan orang tua adalah manajer di rumah. Keduanya harus memiliki strategi dan visi yang selaras.
Mendukung guru dalam kebijakan pembatasan HP berarti melindungi anak dari distraksi yang menghambat potensi akademis dan sosial mereka.
Penulis adalah kepala SMAN 1 Simpang Mamplam Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Bireuen


