Oleh Letjen TNI Mohamad Hasan
Komandan Kodiklatad / Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan, dan Latihan Angkatan Darat
Dan selalu di ingat, kita adalah tentara rakyat, kita lahir dari rakyat, kita adalah anak kandung rakyat, kita mengabdi untuk rakyat, kita membela rakyat, dan kita siap mati untuk rakyat kita, Saudara-saudara sekalian. Itulah TNI.”
Presiden Prabowo Subianto, Batujajar, 10 Agustus 2025
Delapan Dekade Pengabdian TNI
Delapan puluh tahun usia Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah perjalanan panjang yang sarat makna sejarah, pengorbanan, dan pengabdian. Sejarah Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perjalanan TNI. Sejak lahir dari rahim perjuangan rakyat pada 5 Oktober 1945, TNI bukan sekadar alat pertahanan, tetapi juga penjaga eksistensi dan arah perjalanan bangsa.
TNI tumbuh bukan dari keputusan politik, melainkan dari semangat rakyat yang mengangkat senjata demi kemerdekaan. Dari laskar-laskar rakyat, Badan Keamanan Rakyat (BKR), hingga Tentara Keamanan Rakyat (TKR), terbentuklah cikal bakal kekuatan yang menjadi perisai kedaulatan Indonesia.
Sepanjang sejarah, TNI selalu hadir di titik-titik penting perjalanan bangsa: menghadapi agresi militer, menumpas pemberontakan, menjaga persatuan nasional, hingga bertransformasi menjadi tentara profesional yang tunduk pada otoritas sipil.
Transformasi ini tidak hanya berupa modernisasi alat utama sistem senjata, tetapi juga pembaruan pola pikir dan nilai pengabdian agar selalu relevan dengan zaman.
Dari Laskar Rakyat hingga Tentara Nasional
Sejarah mencatat, TNI lahir dari keberanian rakyat bersenjata pasca-Proklamasi 17 Agustus 1945. Pada 5 Oktober 1945, Pemerintah RI membentuk TKR yang menjadi cikal bakal TNI. Laskar rakyat, barisan pemuda, santri, hingga bekas anggota PETA dan Heiho melebur dalam satu wadah demi mempertahankan kemerdekaan yang baru seumur jagung.
Identitas TNI sejak awal berbeda dengan tentara kolonial — ia lahir bukan dari tradisi profesional Barat, melainkan dari denyut semangat rakyat yang menolak dijajah kembali.
Perang Gerilya di bawah pimpinan Jenderal Sudirman menjadi bukti bahwa moral dan dukungan rakyat lebih kuat dari keunggulan teknologi lawan. Dari sinilah lahir doktrin Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), bahwa seluruh rakyat adalah bagian dari pertahanan negara.
Reformasi dan Transformasi TNI
Reformasi 1998 menjadi titik balik penting. TNI resmi berpisah dari Polri (1999), menanggalkan dwifungsi, dan menegaskan jati diri sebagai alat pertahanan negara. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, yang kini diperbarui menjadi UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI, memperkuat orientasi baru: netralitas politik, profesionalisme pertahanan, dan pengabdian melalui Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Di era Presiden Prabowo Subianto, TNI mengembangkan konsep Pertahanan Pulau Besar — memperluas satuan di pulau-pulau strategis guna memperkuat kedaulatan dan mempercepat respons terhadap kesulitan rakyat.
Pembangunan enam Kodam baru, 14 Kodaeral, tiga Kodau, serta pengembangan satuan Kopassus, Marinir, dan Kopasgat menjadi bukti nyata penguatan struktur pertahanan nasional yang adaptif dan responsif.
TNI dan Kepercayaan Publik
Berbagai survei dari LSI, Indikator Politik, Kompas, hingga Litbang Kemenhan menunjukkan bahwa selama dua dekade terakhir, lebih dari 80% rakyat Indonesia menaruh kepercayaan pada TNI — tertinggi di antara lembaga negara lainnya.
Kepercayaan ini bukan hasil pencitraan, melainkan buah dari pengabdian panjang. Rakyat melihat sendiri prajurit TNI hadir di saat bencana, membangun desa terpencil, mengamankan pemilu, dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Ungkapan Presiden Prabowo bahwa “TNI adalah anak kandung rakyat” bukan retorika, melainkan cerminan historis dan moral dari jati diri prajurit Indonesia.
Mengapa Rakyat Begitu Percaya kepada TNI?
1. Kedekatan Historis dan Emosional. TNI lahir dari perjuangan rakyat dan selalu hadir di garda depan pada masa krisis.
2. Netralitas Politik dan Integritas. Sejak reformasi, TNI menjauh dari politik praktis dan fokus pada profesionalisme pertahanan.
3. Kehadiran Nyata di Lapangan. Melalui program seperti TMMD, TNI Manunggal Air, dan berbagai operasi kemanusiaan.
4. Keteladanan Moral dan Disiplin. Di tengah krisis etika publik, TNI tetap menjadi simbol keteguhan nilai luhur bangsa.
Kepercayaan publik adalah amanah besar yang harus terus dijaga dengan kinerja, integritas, dan empati.
Perbantuan TNI: Dasar Hukum dan Perdebatan Publik
UU No. 3 Tahun 2025 menegaskan bahwa selain fungsi pertahanan, TNI dapat membantu pemerintah dalam tugas tertentu (OMSP). Ada 16 jenis tugas perbantuan, termasuk penanggulangan bencana, pengungsian, bantuan kemanusiaan, dan dukungan kepada Polri menjaga keamanan.
Namun, peran ini berbeda dari Dwifungsi ABRI di masa lalu. Perbantuan TNI kini bersifat sementara, terbatas, dan berdasarkan permintaan resmi lembaga pemerintah — semua dalam koridor hukum dan prinsip supremasi sipil.
Dalam konteks pertahanan semesta, keterlibatan TNI dalam bidang nonmiliter seperti krisis pangan, pandemi, atau keamanan maritim bukan bentuk intervensi politik, melainkan ekspresi tanggung jawab moral terhadap bangsa.
Jati Diri TNI: Kuat Karena Bersama Rakyat
TNI adalah penjaga kedaulatan dan pelindung rakyat. Ia bukan alat kekuasaan, melainkan institusi yang hadir dengan hati nurani. Selama TNI berpegang pada empat jati dirinya tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional, dan tentara profesional — maka kepercayaan publik akan tetap terjaga lintas zaman.
Indonesia akan selalu tegak karena TNI-nya,
besar karena rakyatnya,
dan jaya karena persatuannya.**


