“Kebijakan ini terkesan tergesa-gesa. Seharusnya dilakukan koordinasi antar pemerintah daerah serta sosialisasi terlebih dahulu agar tidak memicu sentimen dan mengganggu keharmonisan,”
ASAKITA.NEWS| JAKARTA – Anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau yang dikenal sebagai Haji Uma, mengkritik kebijakan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang mewajibkan kendaraan berplat Aceh (BL) yang beroperasi di Sumut untuk beralih ke plat BK.
Kebijakan tersebut memicu polemik setelah rekaman razia kendaraan berplat BL beredar luas di media sosial dan menuai reaksi publik.
Menurut Haji Uma, langkah itu bersifat emosional dan cenderung diskriminatif. Ia menilai kebijakan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan berpotensi mengganggu hubungan baik antarprovinsi.
“Kebijakan ini terkesan tergesa-gesa. Seharusnya dilakukan koordinasi antar pemerintah daerah serta sosialisasi terlebih dahulu agar tidak memicu sentimen dan mengganggu keharmonisan,” ujar Haji Uma
Aspek Hukum dan Ekonomi
Haji Uma menegaskan bahwa kendaraan plat BL yang melintas di Medan tidak bisa dilepaskan dari aktivitas lintas provinsi, baik angkutan barang maupun penumpang. Hal ini, katanya, diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Banyak kendaraan dari Aceh membawa hasil bumi, kebutuhan pokok, hingga barang penting lainnya yang menopang ekonomi Aceh maupun Sumut. Karena itu, kendaraan ini tidak semestinya menjadi sasaran razia,” jelasnya.
Ia menambahkan, keberadaan kendaraan plat BL juga memberikan kontribusi terhadap aktivitas ekonomi Sumut, mengingat sebagian besar kebutuhan pokok Aceh dipasok melalui Medan.
Potensi Gesekan Antar Daerah
Haji Uma mengingatkan bahwa kebijakan sepihak tersebut bisa menimbulkan gesekan antar daerah yang selama ini hidup berdampingan. Ia mencontohkan DKI Jakarta yang setiap hari menerima ribuan kendaraan dari Jawa Barat tanpa persoalan, justru memperkuat pertumbuhan ekonomi bersama.
“NKRI dibangun atas dasar persatuan dan kerja sama. Jangan sampai kebijakan daerah justru melemahkan iklim kolaborasi dan merusak hubungan yang sudah terjalin lama,” tegasnya.
Dorongan ke Pemerintah Pusat
Atas polemik ini, Haji Uma berencana menyurati Menteri Dalam Negeri untuk meminta klarifikasi serta penertiban kebijakan yang dinilainya menyimpang dari aturan nasional.
“Hubungan Aceh dan Medan bukan hanya soal perdagangan, tapi juga interaksi sosial yang sudah berjalan puluhan tahun. Kebijakan seperti ini bisa merugikan masyarakat luas,” ujarnya.