Manado, Asakita.news – Kepala ARC-PUIPT Nilam Universitas Syiah Kuala (USK), Syaifullah Muhammad, mengajak seluruh pemangku kepentingan industri nilam Indonesia dari unsur pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha, masyarakat, dan media (Pentahelix) untuk bersatu menciptakan ekosistem positif hulu-hilir nilam nasional.
Ajakan ini disampaikan Syaifullah dalam kegiatan Pelatihan Pemanfaatan Teknologi Produksi bagi Usaha Kecil Komoditas Atsiri yang digelar Kementerian UMKM di Hotel Luwansa, Manado, Sulawesi Utara, Rabu (17/9/2025). Acara yang diikuti sekitar 50 pelaku industri atsiri Sulawesi Utara itu menghadirkan narasumber dari ARC-USK, Dewan Atsiri Indonesia, BRIN, hingga pelaku industri atsiri nasional, serta dibuka oleh Asisten Deputi Usaha Kecil Kementerian UMKM, Dr. Ali Alkatiry.
Harga Berkeadilan untuk Semua Pelaku
Dalam paparannya, Syaifullah menekankan pentingnya kesepakatan harga nilam yang adil bagi seluruh pelaku usaha, mulai dari petani, penyuling, pengumpul, hingga eksportir. Menurutnya, harga minyak nilam di pasar internasional relatif stabil di kisaran USD 100/kg atau sekitar Rp 1,6 juta/kg.
“Dengan harga tersebut, petani dan penyuling wajar mendapatkan Rp 1 juta hingga Rp 1,2 juta per kg. Sisa margin bisa dibagi secara sehat antara pengumpul dan eksportir,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa harga yang terlalu tinggi, seperti sempat menembus lebih dari Rp 2 juta/kg, justru merugikan industri hilir. “Harga tinggi hanya menguntungkan sesaat, tapi dalam jangka panjang bisa membuat industri hilir beralih ke bahan pengganti nilam,” tegas penerima Indonesia Innovator Awards 2025 dari BRIN itu.
Hilirisasi Jadi Keniscayaan
Syaifullah juga memaparkan pengalaman 10 tahun ARC-USK dalam mengembangkan inovasi dan hilirisasi produk atsiri. Menurutnya, hilirisasi adalah keniscayaan bagi kemandirian atsiri Indonesia.
“ARC-USK telah melahirkan beragam inovasi berbasis riset, menghasilkan produk turunan nilam bernilai ekonomi tinggi, dan sudah masuk ke pasar. Kami siap berkolaborasi dengan semua pihak, baik di dalam maupun luar negeri,” ujarnya.
Kolaborasi Pentahelix
Lebih lanjut, Syaifullah mengajak seluruh elemen Pentahelix mengambil peran sesuai kapasitasnya.
- Petani dan penyuling: melakukan pembibitan, budidaya, dan penyulingan dengan good agriculture practices yang berkelanjutan.
- Pengumpul dan eksportir: membeli dengan harga baik dan stabil mengikuti harga internasional.
- Perguruan tinggi & lembaga riset: menghasilkan inovasi teknologi produksi, melakukan transfer teknologi, dan pendampingan kualitas.
- Pemerintah: menjalankan program pelatihan, pendanaan awal, akses pasar, serta regulasi yang adil.
- Industri keuangan: mendukung pembiayaan melalui pinjaman lunak, kredit ekspor, dan penjaminan kredit rakyat untuk sektor pertanian.
- Media massa: menyebarkan informasi positif untuk literasi dan edukasi publik.
“Mari kita bersatu, berbagi peran, dan memastikan semua pelaku industri nilam merasakan manfaat secara berkeadilan,” tutup Syaifullah.
Pelatihan ini juga dihadiri perwakilan berbagai perguruan tinggi, di antaranya Universitas Indonesia (UI), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Universitas Syiah Kuala (USK), hingga Universitas Negeri Manado (Unima).