Asakita.news| BANDA ACEH – Ketua Genta Pangan Aceh, A. Malik Musa, S.H., M.Hum., mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap kondisi pangan di Aceh yang dinilainya sangat bergantung pada pasokan dari luar daerah, khususnya dari Medan, Sumatra Utara. Ia menyebut, saat ini 99 persen kebutuhan pangan Aceh dipasok dari Medan, sementara produksi lokal hanya memenuhi satu persen. “Ini adalah persoalan serius yang harus menjadi prioritas utama pemerintah Aceh. Soal pangan adalah nomor satu,” tegas Malik Musa.
Ungkapan “Jaroe bak Langai, Mata u Pasai” yang pernah disampaikan oleh Ibrahim Hasan, Gubernur Aceh periode 1986–1993 dan Menteri Negara Urusan Pangan/Kepala Badan Urusan Logistik periode 1993–1995, kembali relevan di tengah kondisi ini. Malik Musa mengutip pepatah itu untuk mengingatkan bahwa ketahanan pangan Aceh tidak boleh diabaikan dan di utamakan demi kesejahteraan masyarakat.
Menurut Malik Musa, perbincangan publik di Aceh saat ini lebih banyak terfokus pada isu politik, mencapai 99 persen, sementara pembahasan tentang ekonomi, termasuk pangan, hanya sekitar satu persen. Padahal, kata dia, kestabilan dan kemandirian pangan merupakan pilar utama dalam membangun kesejahteraan rakyat dan kedaulatan daerah demi melepaskan ketergantungan daerah lain.
Ia menegaskan, jika Aceh ingin menjadi daerah yang sejahtera dan mandiri, maka pembangunan sektor pangan harus dilakukan secara serius dengan melibatkan semua unsur masyarakat. Malik Musa mengusulkan untuk menghidupkan kembali struktur tradisional pengelolaan sumber daya alam Aceh seperti yang pernah ada di masa lalu. “haria pekan, ada pengurus pasar; di sawah ada kejroun blang; di laut ada panglima lout; di perkebunan ada panglima uteun, Di glee ada Pawang glee Struktur ini dulu terbukti mampu menjaga ketahanan pangan kita,” jelasnya.
Malik Musa menilai, sistem tradisional tersebut tidak hanya mengatur produksi dan distribusi pangan, tetapi juga menanamkan disiplin dan tanggung jawab dan kebersamaan kepada para pelaku di sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan. Ia bahkan menyarankan adanya sanksi tegas bagi pihak yang melanggar aturan dalam pengelolaan pangan, demi menjaga keberlangsungan dan kualitas hasil produksi.
Lebih lanjut, Malik Musa mengajak seluruh elemen masyarakat untuk membangun kerja sama yang erat dalam mewujudkan ketahanan pangan Aceh. Ia menyebut, struktur lama memiliki keunggulan karena bersifat terpimpin, terkoordinasi, dan terbukti mampu mengatur produksi secara mandiri. “Dulu, ketahanan pangan Aceh lebih maju karena kita memiliki sistem yang jelas. Saatnya kita hidupkan kembali,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa Aceh memiliki keistimewaan sebagai daerah dengan otonomi khusus yang seharusnya dimanfaatkan untuk membangun kemandirian pangan. Dengan kekhususan ini, pemerintah Aceh memiliki ruang yang lebih luas untuk membuat kebijakan yang berpihak pada petani, nelayan, dan pelaku usaha pangan lokal.
Malik Musa mengungkapkan bahwa presiden Prabowo Subianto, pernah menyampaikan kepada Gubernur Aceh bahwa Aceh seharusnya menjadi lumbung pangan nasional. Namun, untuk mewujudkan itu, diperlukan perangkat, sistem, dan manajemen yang kuat serta terintegrasi.
Sebagai penutup, Malik Musa menegaskan bahwa Genta Pangan Aceh siap berkolaborasi dengan pemerintah daerah, lembaga terkait, dan seluruh lapisan masyarakat demi mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan. “Jika kita bersatu, Aceh bisa bangkit sebagai lumbung pangan nasional dan masyarakat akan merasakan manfaatnya secara langsung,” pungkasnya.